NusamandiriNews–Perkembangan teknologi semakin pesat dan mendorong perubahan besar dalam perilaku konsumen. Pelanggan kini menginginkan balasan cepat, layanan personal, dan proses transaksi yang serba otomatis. Namun, sebagian besar UMKM di Indonesia masih bergantung pada cara kerja tradisional seperti membalas pesan secara manual, mencatat transaksi harian di buku tulis, dan mengelola stok berdasarkan perkiraan. Kondisi ini menunjukkan adanya kesenjangan antara tuntutan pasar dan kemampuan operasional UMKM. Lalu, bagaimana UMKM di Indonesia bisa bertahan dan bersaing jika mereka masih belum memanfaatkan teknologi?
Sebagai Kaprodi Sains Data, saya mengamati banyak pelaku UMKM yang kewalahan dengan pekerjaan teknis yang tidak ada habisnya. Mereka terjebak dalam rutinitas seperti membalas pesan pelanggan, membuat laporan mingguan, memantau stok, hingga mencoba strategi pemasaran tanpa arah yang jelas. Beban ini menjauhkan mereka dari aktivitas penting seperti pengembangan produk, inovasi, dan peningkatan kualitas layanan. Lebih memprihatinkan lagi, masih ada anggapan bahwa teknologi canggih hanya cocok untuk perusahaan besar. Menurut saya pandangan ini keliru dan justru menjadi penghambat utama bagi kemajuan UMKM.
Baca juga: Ketika AI Merebut Kerja, UNM Mencetak Pemenang Baru
Agentic AI Dorong Transformasi Digital UMKM
Agentic AI menawarkan pendekatan yang lebih cerdas dan terukur. Melalui platform otomasi seperti N8N atau Google Opal, UMKM dapat merancang alur kerja digital yang berjalan secara otomatis tanpa perlu pengawasan terus-menerus. Agentic AI memungkinkan integrasi dengan WhatsApp, marketplace, Google Sheets, email, hingga sistem persediaan barang.
Pelaku usaha dapat membalas ratusan pesan pelanggan secara otomatis, memperbarui stok secara real-time, dan menyusun laporan harian hanya dengan satu alur kerja AI. Semua ini bisa dilakukan tanpa kemampuan pemrograman dan tanpa biaya besar untuk tim IT. Teknologi ini bukan sekadar alat penunjang, tetapi mekanisme kerja baru yang membebaskan pelaku UMKM dari pekerjaan teknis yang menguras waktu.
Meski demikian, kita tidak dapat menutup mata terhadap kondisi di lapangan. Rendahnya literasi digital, dan keterbatasan perangkat sering kali menjadi penghambat. Sementara itu, pasar digital menuntut respons instan, pengalaman personal, dan layanan cepat. UMKM yang tidak mau berubah berisiko kehilangan pelanggan kepada kompetitor yang lebih adaptif.
Baca juga: Tanpa Riset, Mahasiswa Informatika Tidak Akan Siap Bersaing
Sebagai kampus digital bisnis, Universitas Nusa Mandiri (UNM) memiliki tanggung jawab untuk mendukung transformasi digital UMKM. Upaya ini sejalan dengan Internship Experience Program (IEP) 3+1, program unggulan UNM yang memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk menempuh tiga tahun kuliah dan satu tahun magang industri. Melalui program ini, dosen dan mahasiswa hadir langsung mendampingi UMKM, membantu merancang alur Agentic AI, meningkatkan kemampuan menganalisis data, dan memastikan integrasi teknologi berjalan efektif.
Kini saatnya para pelaku UMKM memperbaiki alur proses bisnis dan mengembangkan sistem otomatisasi yang dapat meningkatkan kinerja dan keunggulan kompetitif. Pemerintah, perguruan tinggi, dan ekosistem digital juga perlu membuka akses pelatihan dan pendampingan bagi UMKM. Dengan langkah yang konsisten dan pemanfaatan teknologi yang tepat, UMKM Indonesia dapat benar-benar naik kelas.
Penulis: Tati Mardiana, Kaprodi Sains Data, Universitas Nusa Mandiri












