NusamandiriNews, Jakarta–Di tengah percepatan transformasi digital saat ini, menjaga data pribadi bukan sekadar upaya untuk menghindari pencurian identitas. Lebih dari itu, kita kini menghadapi ancaman siber yang jauh lebih serius, salah satunya adalah ransomware. Jenis malware ini dirancang untuk mengenkripsi data dan menyandera akses pengguna. Pelaku kemudian menuntut tebusan dalam bentuk uang digital agar korban dapat kembali mengakses datanya. Namun yang paling mengkhawatirkan, pembayaran tebusan sekalipun tidak selalu menjamin bahwa data benar-benar akan dikembalikan.
Ransomware tidak pandang bulu dalam menyasar target. Mulai dari perangkat pribadi seperti laptop dan smartphone, hingga sistem komputer di institusi pendidikan, termasuk kampus dan layanan cloud penyimpanan data publik, semuanya berpotensi menjadi korban. Bahkan, serangan bisa bermula dari tindakan sepele seperti mengklik tautan dalam email yang tampak normal atau membuka file yang dikirimkan lewat aplikasi pesan instan. Inilah bentuk ancaman modern yang tak kasat mata namun sangat merugikan.
Baca juga: Kampus Berdampak dalam Ranah Informatika: Antara Inovasi dan Kolaborasi
Ransomware: Ancaman Nyata di Era Digital
Bukan hal asing lagi jika kita mendengar kisah mahasiswa yang kehilangan file skripsi mereka, dosen yang tak bisa mengakses bahan ajar, atau institusi yang lumpuh karena data akademik dan laporan keuangan terkunci akibat ulah ransomware. Dalam banyak kasus, ketiadaan cadangan data membuat korban berada dalam posisi sulit. Mereka terpaksa mempertimbangkan untuk membayar tebusan, meski dengan risiko yang besar. Kejadian-kejadian semacam ini menunjukkan betapa pentingnya literasi digital dan kesadaran akan keamanan siber, terutama di lingkungan akademik.
Sebagai Kampus Digital Bisnis, Universitas Nusa Mandiri (UNM) menempatkan keamanan digital sebagai bagian penting dari budaya akademik. Setiap individu di lingkungan kampus—mahasiswa, dosen, hingga tenaga kependidikan—harus memiliki pemahaman dan kesadaran yang cukup dalam menjaga keamanan data pribadi maupun kolektif. Menghindari unduhan dari sumber yang tidak dikenal, selalu memperbarui sistem keamanan dan antivirus, serta menggunakan aplikasi resmi adalah langkah awal yang harus dibudayakan. Selain itu, membiasakan diri untuk melakukan pencadangan data secara berkala, baik melalui media eksternal maupun layanan cloud yang terpercaya, juga merupakan kebiasaan baik yang wajib ditanamkan.
Yang tidak kalah penting, pengguna perangkat digital juga harus lebih teliti terhadap jenis file yang diunduh atau dibuka. File dengan ekstensi mencurigakan seperti .exe, .scr, atau .bat kerap menjadi kendaraan utama masuknya malware, dan harus dihindari kecuali benar-benar yakin akan sumber dan isinya. Selain itu, jangan tergoda untuk mematikan sistem proteksi atau firewall hanya demi kenyamanan sesaat. Kenyamanan yang instan seringkali mengorbankan keamanan jangka panjang.
Perlu disadari bahwa menjaga keamanan siber bukanlah tanggung jawab satu divisi tertentu, melainkan tanggung jawab kolektif. Di Universitas Nusa Mandiri, kami mendorong setiap anggota sivitas akademika untuk menjadi bagian dari Generasi Mandiri—generasi yang cerdas secara digital, kritis terhadap potensi ancaman, dan proaktif dalam melindungi data. Kemampuan menggunakan teknologi harus diimbangi dengan kemampuan menjaga diri dalam lingkungan digital yang penuh risiko.
Serangan siber tidak datang dengan tanda peringatan. Ia bisa terjadi kapan saja, bahkan dari satu klik yang tidak disengaja. Karena itu, kewaspadaan dan edukasi digital harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus. Jangan tunggu sampai menjadi korban. Saatnya kita semua menjadi pengguna digital yang lebih cerdas, tangguh, dan bertanggung jawab.
Penulis: Anton, Dekan Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Nusa Mandiri (UNM)