Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian nasional, tetapi juga penyangga utama stabilitas sosial dan ketahanan ekonomi masyarakat. Di tengah ketidakpastian global dan derasnya tantangan digitalisasi, peran UMKM justru semakin krusial dalam menciptakan lapangan kerja, menggerakkan ekonomi lokal, dan menjaga roda perekonomian tetap berputar. Namun, satu masalah klasik yang belum juga terpecahkan secara menyeluruh adalah akses terhadap pembiayaan perbankan.
Hingga hari ini, masih banyak pelaku UMKM yang terseok di skala usaha mikro karena terhambat oleh persoalan permodalan. Kendala utama sering kali bukan pada tidak tersedianya dana, melainkan karena para pelaku usaha belum siap secara administratif, belum memahami literasi keuangan secara memadai, dan tidak memiliki jaminan atau agunan yang cukup untuk memenuhi persyaratan perbankan.
Baca juga: Dari Pengguna Jadi Pencipta: UNM Dorong Mahasiswa Prodi Informatika Kembangkan Aplikasi Bermakna
Mendorong Akses Pembiayaan UMKM
Saya meyakini bahwa akses pembiayaan tidak bisa berdiri sendiri. Ia harus dibarengi dengan pengetahuan dan keterampilan mengelola pinjaman secara bijak. Banyak pelaku UMKM yang memiliki potensi luar biasa, tetapi tidak paham bagaimana mengelola arus kas, menyusun laporan keuangan, atau menyusun proposal pengajuan kredit yang layak. Maka dari itu, perguruan tinggi, terutama Program Studi Manajemen Universitas Nusa Mandiri (UNM) sebagai Kampus Digital Bisnis, harus hadir sebagai bagian dari solusi.
Di UNM, kami membekali mahasiswa dengan pemahaman manajerial dan keterampilan praktis yang bisa langsung diterapkan di masyarakat, khususnya melalui kegiatan pengabdian masyarakat berbasis UMKM. Mahasiswa didorong untuk terlibat aktif dalam program pendampingan pelaku usaha kecil, membantu mereka menyusun laporan keuangan sederhana, merancang strategi bisnis, serta mengajukan pembiayaan secara tepat. Inisiatif ini juga terintegrasi dengan Internship Experience Program (IEP) atau skema 3+1, di mana mahasiswa menempuh tiga tahun kuliah akademik dan satu tahun magang profesional di perusahaan, termasuk lembaga keuangan dan mitra usaha mikro. Ini menjadi pengalaman nyata bagi mahasiswa untuk melihat langsung bagaimana dunia usaha dan dunia perbankan saling berinteraksi.
Saya melihat bahwa lembaga keuangan seperti perbankan nasional sebenarnya sudah membuka banyak pintu untuk UMKM, melalui program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang menawarkan bunga rendah dengan skema subsidi pemerintah. Sayangnya, realisasi program ini masih belum optimal. Banyak pelaku UMKM yang belum bisa memanfaatkan fasilitas tersebut karena terbatasnya pengetahuan, administrasi yang belum rapi, atau tidak terbiasa dengan sistem digital.
Di sinilah kolaborasi menjadi kata kunci. Perbankan harus lebih proaktif mendekati pelaku usaha kecil, tidak hanya dengan produk kredit yang murah, tetapi juga dengan pendampingan, edukasi keuangan, dan digitalisasi proses kredit agar lebih cepat dan efisien. Teknologi finansial (fintech) dan digital banking saat ini bisa menjadi jembatan penting dalam mempercepat inklusi keuangan, terutama di daerah-daerah yang belum tersentuh layanan perbankan konvensional.
Tentu, syarat administratif tetap penting, tetapi dalam konteks UMKM, sistem pembiayaan juga harus mempertimbangkan rekam jejak usaha, potensi bisnis, dan karakter pelaku usaha. Inovasi seperti credit scoring berbasis transaksi digital, pinjaman tanpa agunan berbasis karakter (character lending), dan kolaborasi antara perbankan dengan komunitas atau koperasi lokal bisa menjadi solusi yang lebih inklusif dan menyentuh kebutuhan nyata di lapangan.
Pada akhirnya, akses pembiayaan bukan hanya soal uang, tetapi tentang kepercayaan, keberpihakan, dan kemauan untuk membangun ekosistem ekonomi yang merata. Ketika UMKM diberi akses pada sumber daya finansial yang adil dan berkelanjutan, maka mereka bukan hanya tumbuh sebagai pelaku usaha mandiri, tapi juga sebagai motor utama dalam pembangunan ekonomi nasional yang inklusif dan berdaya tahan.
Penulis: Wahid Akbar Basudani, Dosen Program Studi Manajemen Universitas Nusa Mandiri