NusamandiriNews–Universitas Nusa Mandiri (UNM) sebagai Kampus Digital Bisnis terus menekankan pentingnya literasi yang tidak hanya berbasis teknologi, tetapi juga berakar pada nilai kemanusiaan. Di tengah pesatnya perkembangan Artificial Intelligence (AI), muncul pertanyaan besar, apakah peran manusia dalam belajar dan berbagi pengetahuan akan tergantikan oleh mesin?
Perdebatan ini bahkan menyentuh dunia perpustakaan. Namun, ada sebuah konsep yang hadir sebagai jawaban: Human Library, sebuah gerakan literasi yang mengingatkan kita bahwa pengalaman manusia tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh algoritma.
Baca juga: Universitas Nusa Mandiri: Kampus Digital Bisnis Siapkan Generasi Hadapi Era Ekonomi Digital
Apa Itu Human Library?
Human Library atau Perpustakaan Hidup adalah konsep unik di mana “buku” bukan berupa kertas, melainkan manusia dengan kisah nyata, pengalaman hidup, serta perspektif yang berbeda-beda.
Pengunjung dapat “meminjam” seseorang untuk berdialog, bertanya, dan belajar langsung dari pengalaman pribadinya. Di sinilah interaksi emosional, empati, dan refleksi moral memainkan peran yang tidak bisa dihadirkan oleh AI.
Human Library vs AI: Mana yang Lebih Relevan?
AI memang mampu menulis esai, merangkum data, bahkan menjawab pertanyaan dengan cepat. Tetapi ada batasan yang tidak bisa ditembus oleh mesin:
Empati dan Emosi – AI dapat meniru gaya bahasa, namun tidak bisa merasakan diskriminasi, kehilangan, atau perjuangan hidup.
Konteks Sosial – Cerita manusia selalu terikat pada budaya, tradisi, dan realitas sosial yang kompleks.
Nilai Moral – Human Library mengajarkan refleksi etis, bukan sekadar akurasi data.
Artinya, AI memberi efisiensi, sementara manusia tetap menghadirkan makna.

Apa Itu Human Library?
Manfaat Human Library di Era Digital
Konsep Human Library semakin relevan, terutama dalam menghadapi revolusi digital. Beberapa manfaat utamanya antara lain:
• Mengasah Literasi Kritis: Pengunjung bisa belajar membedakan pengalaman hidup nyata dengan data otomatis dari AI.
• Mengurangi Polarisasi Sosial: Dialog lintas latar belakang membantu memecah prasangka dan memperkuat toleransi.
• Menjaga Kemanusiaan dalam Teknologi: Perpustakaan tidak hanya menjadi ruang digital, tapi juga ruang interaksi sosial.
• Kolaborasi dengan AI: Teknologi bisa membantu menjadwalkan pertemuan, memilih tema, atau merekomendasikan “buku manusia” yang sesuai minat pembaca.
Tantangan Human Library di Era AI
Meski potensial, penerapan Human Library menghadapi beberapa tantangan, antara lain:
• Apakah generasi digital yang terbiasa dengan kecepatan teknologi mau meluangkan waktu untuk berdialog langsung?
• Apakah ada infrastruktur yang mendukung, mulai dari ruang fisik hingga manajemen acara?
• Bagaimana menjaga keseimbangan, agar Human Library tidak sekadar jadi konten digital tanpa ruh interaksi manusia?
Baca juga: Mau Lanjut S2 Ilmu Komputer? Ini 7 Tips Anti-Gagal dari UNM
Human Library sebagai Penyeimbang AI
Di era digital, Universitas Nusa Mandiri sebagai Kampus Digital Bisnis menekankan bahwa teknologi hanyalah alat bantu, bukan pengganti manusia.
AI memang memberikan kecepatan, akses, dan personalisasi. Namun, hanya manusia yang bisa menghadirkan empati, pengalaman hidup, dan nilai moral.
Human Library hadir sebagai pengimbang sekaligus pelengkap kecerdasan buatan, menjaga agar literasi digital tetap memiliki sentuhan kemanusiaan.
Kesimpulan
Human Library di era AI adalah bukti bahwa peran manusia tidak akan pernah tergantikan. Kolaborasi antara teknologi dan interaksi manusia justru akan menciptakan ekosistem literasi yang lebih kaya.
Dengan memadukan inovasi teknologi seperti AI dan nilai kemanusiaan dalam Human Library, dunia pendidikan dapat membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara digital, tetapi juga bijaksana dalam menjalani kehidupan.