Fenomena astronomi 3I/ATLAS baru-baru ini ramai dibicarakan di media sosial. Sejumlah unggahan viral menyebut objek ini sebagai “kapal luar angkasa” atau bahkan “ancaman bagi Bumi”. Namun, menurut peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), objek tersebut merupakan komet antarbintang alami yang hanya melintas di tata surya dan tidak berbahaya bagi Bumi.
Peristiwa ini memperlihatkan betapa cepatnya informasi ilmiah bisa berubah menjadi bahan spekulasi publik. Di sinilah literasi informasi menjadi penting, terutama bagi mahasiswa dan sivitas akademika Universitas Nusa Mandiri (UNM), Kampus Digital Bisnis yang menjadikan kemampuan literasi digital sebagai bagian dari budaya akademiknya.
Literasi Digital, Budaya Akademik
1. Literasi Informasi di Era Viral: Antara Fakta dan Sensasi
Menurut American Library Association (ALA, 2019), literasi informasi adalah kemampuan mengenali kapan informasi dibutuhkan serta bagaimana menemukannya, mengevaluasinya, dan menggunakannya secara efektif.
Kasus 3I/ATLAS menjadi contoh nyata bagaimana masyarakat mudah terjebak dalam narasi sensasional. Banyak warganet menyebarkan informasi tanpa verifikasi, sementara beberapa media asing bahkan memuat judul yang menyesatkan seperti “pesawat alien yang bermanuver”.
Fenomena ini menunjukkan bahwa di era digital, perhatian publik sering kali lebih cepat dari verifikasi ilmiah. Di sinilah literasi informasi berperan penting: membantu mahasiswa dan masyarakat menilai kredibilitas sumber, memahami konteks ilmiah, dan memeriksa kebenaran sebelum mempercayai atau menyebarkan berita.
2. Perpustakaan sebagai Pusat Literasi Digital dan Kritis
Sebagai bagian vital dari ekosistem akademik, perpustakaan kampus memiliki tanggung jawab besar dalam menumbuhkan budaya literasi informasi. Pustakawan kini bukan sekadar penjaga koleksi, melainkan pendamping akademik yang membantu mahasiswa mengenali sumber kredibel, memahami cara membaca jurnal ilmiah, hingga menghindari bias informasi digital.
Di Universitas Nusa Mandiri, perpustakaan telah bertransformasi menjadi ruang belajar digital interaktif. Melalui kegiatan seperti pelatihan literasi digital, workshop e-journal, dan pendampingan riset mahasiswa, UNM berupaya membangun budaya berpikir kritis di kalangan civitas akademika.
Transformasi ini sejalan dengan identitas UNM sebagai Kampus Digital Bisnis yang tidak hanya fokus pada teknologi dan inovasi, tetapi juga pada kecerdasan dalam mengelola informasi.

3. Literasi Informasi sebagai Pilar Moral Digital
Kasus komet 3I/ATLAS memberi pelajaran penting: di era digital, kemampuan memilah informasi sama pentingnya dengan kemampuan mencari informasi. Literasi informasi bukan hanya keterampilan akademik, melainkan juga fondasi moral dalam menjaga kebenaran di ruang publik.
Melalui kolaborasi antara pustakawan, mahasiswa, dan dosen, Universitas Nusa Mandiri meneguhkan perannya sebagai kampus yang mendorong masyarakat untuk tidak sekadar tahu banyak hal, tetapi juga paham mana yang benar.
Dalam konteks yang lebih luas, kemampuan literasi informasi menjadi pondasi penting untuk membangun masyarakat digital yang cerdas, kritis, dan bertanggung jawab, nilai-nilai yang terus diusung UNM sebagai Kampus Digital Bisnis yang adaptif terhadap perubahan zaman.
Tentang Universitas Nusa Mandiri
Sebagai Kampus Digital Bisnis, Universitas Nusa Mandiri (UNM) berkomitmen membentuk generasi muda yang melek teknologi, kritis terhadap informasi, dan siap menghadapi tantangan era digital. Melalui program unggulan seperti Internship Experience Program (IEP) 3+1, UNM memastikan mahasiswanya tidak hanya terampil secara akademik, tetapi juga memiliki pengalaman profesional di industri.












