NusamandiriNews, Bogor – Kanker kulit mungkin masih terdengar jauh dari keseharian sebagian orang. Namun kenyataannya, penyakit ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Data GLOBOCAN 2020 mencatat ada lebih dari 1,5 juta kasus kanker kulit non-melanoma dan 325 ribu kasus melanoma di seluruh dunia setiap tahunnya. Di Indonesia, kasusnya juga cukup tinggi, mencapai sekitar 18 ribu per tahun, dengan angka kematian diperkirakan 4 ribu jiwa.
Hal ini diungkapkan oleh dr. Faradibha Zalika Fatah, seorang praktisi medis sekaligus Health Advocate dan Brand Ambassador Otsuka, saat menjadi pembicara dalam Focus Group Discussion (FGD) Hibah Penelitian Universitas Nusa Mandiri yang membahas riset DeepSkin.
“Kanker kulit adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja. Namun yang perlu digarisbawahi, sebagian besar kasus dapat diobati bila ditemukan sejak dini,” ungkap dr. Faradibha di hadapan peserta FGD.
Menurut dr. Faradibha, kanker kulit terjadi akibat mutasi genetik yang membuat sel-sel kulit tumbuh secara abnormal dan tak terkendali. Beberapa faktor risiko yang paling sering ditemui adalah paparan sinar UV berlebih, riwayat keluarga dengan kanker kulit, usia lanjut, serta warna kulit terang.
Lalu, bagaimana cara mengenalinya? Salah satu cara sederhana adalah dengan prinsip ABCDE pada tahi lalat atau bercak kulit:
1. A (Asymmetry): bentuk tidak simetris
2. B (Border): tepi tidak rata atau bergerigi
3. C (Color): warna tidak merata
4. D (Diameter): lebih besar dari 6 mm
5. E (Evolving): perubahan ukuran, bentuk, warna, atau disertai rasa gatal/berdarah
Selain itu, tanda lain yang patut diwaspadai adalah luka di kulit yang tidak kunjung sembuh, benjolan atau bercak yang terus membesar, hingga bercak yang mudah berdarah meski hanya digaruk ringan.
Meski terdengar menakutkan, pencegahan kanker kulit sebenarnya bisa dilakukan lewat kebiasaan sederhana. dr. Faradibha menyarankan untuk selalu menggunakan tabir surya minimal SPF 30, memakai pelindung seperti topi atau pakaian panjang saat beraktivitas di luar, serta menghindari paparan matahari langsung pada jam-jam terik, yaitu pukul 10.00–15.00.
Selain itu, ia juga mengingatkan pentingnya pemeriksaan mandiri kulit setiap bulan. Jika menemukan bercak, benjolan, atau luka yang mencurigakan, jangan menunda untuk memeriksakan diri ke dokter.
“Kunci dari kanker kulit ada pada deteksi dini. Semakin cepat ditemukan, semakin besar peluang pasien untuk sembuh. Jangan panik, tetap lakukan pemeriksaan rutin dan jalani hidup sehat,” tegasnya.
Kehadiran dr. Faradibha dalam FGD Universitas Nusa Mandiri bukan tanpa alasan. Forum ini memang menjadi ruang validasi riset DeepSkin, sebuah penelitian berbasis deep learning yang dikembangkan oleh tim dosen UNM untuk mendeteksi kanker kulit dari citra digital.
Baca juga: Universitas Nusa Mandiri Tegaskan Komitmen Riset Kesehatan Digital Lewat FGD DeepSkin
Menurutnya, teknologi semacam ini sangat relevan untuk masa depan dunia medis. Dengan kemampuan AI menganalisis ribuan gambar kulit, proses deteksi bisa dilakukan lebih cepat dan membantu dokter mengambil keputusan.
Pada akhirnya, pesan dr. Faradibha sederhana namun kuat, yaitu kenali kulit sendiri, lindungi sejak dini, dan jangan ragu memeriksakan diri. Karena kesehatan kulit adalah bagian penting dari kesehatan tubuh secara keseluruhan.(ACH)