NusamandiriNews, Tangerang–Universitas Nusa Mandiri (UNM) sebagai Kampus Digital Bisnis menunjukkan komitmennya dalam mewujudkan lingkungan kampus yang aman dan bebas kekerasan. UNM hadir dalam peluncuran Crisis Response System (CRS) dan Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (PPK) yang diselenggarakan oleh LLDikti Wilayah III di Auditorium Cendekia Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ciputat, pada Selatan 15 Juli 2025.
Peluncuran ini dihadiri oleh para Ketua Satgas PPK dari berbagai perguruan tinggi. UNM diwakili oleh Ketua Satgas PPK, Arfhan Prasetyo. Kegiatan ini bertujuan memperkuat implementasi pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan kampus melalui penggunaan sistem pelaporan digital (CRS) yang terintegrasi, serta memperkenalkan pedoman baru berbasis Permendikbudristek No. 55 Tahun 2024 tentang PPK di Perguruan Tinggi.
Baca juga: Bukan Cuma Scroll, di UNM Kamu Bisa Ngatur Algoritma Lewat Program IEP 3+1!
UNM Siapkan Lingkungan Aman dan Inklusif untuk Mahasiswa
Menurut Arfhan Prasetyo, peluncuran CRS dan pedoman PPK merupakan bentuk nyata keseriusan pemerintah dan perguruan tinggi dalam menjawab tantangan keamanan di dunia akademik.
“UNM menyambut positif hadirnya sistem digital CRS karena mendukung pelaporan yang aman, cepat, dan tersistem. Pedoman PPK juga menjadi panduan penting dalam membangun ekosistem kampus yang inklusif dan bebas dari kekerasan,” jelasnya dalam keterangan rilis yang diterima, pada Kamis (17/7).
Sebagai Ketua PPK UNM, Arfhan menambahkan bahwa kampus telah menyiapkan langkah-langkah konkret untuk mengimplementasikan sistem ini, termasuk pelatihan tim satgas dan sosialisasi ke seluruh sivitas akademika.
Acara ini juga menghadirkan narasumber utama dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Chatarina Muliana Girsang, selaku Inspektur Jenderal Kemendikbudristek, menegaskan pentingnya menjaga kerahasiaan identitas korban dan kecepatan dalam merespons laporan kekerasan.
“Pendampingan korban sebelum dan selama proses pelaporan adalah langkah esensial. Kita harus membangun kepercayaan agar korban merasa aman untuk bersuara,” ujarnya.
Sementara itu, Asmaul Khusnaeny dari Balai Perempuan mengingatkan pentingnya pendekatan berbasis empati dalam menangani kasus kekerasan, serta menghindari proses informal yang bisa menimbulkan bias atau ketidakadilan.
UNM, melalui Satgas PPK-nya, siap untuk menjalankan pedoman ini secara menyeluruh dan profesional. Tak hanya berfokus pada sistem pelaporan, UNM juga tengah memperkuat kapasitas mahasiswa secara keseluruhan melalui program unggulan Internship Experience Program (IEP) atau dikenal sebagai skema 3+1. Program ini memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk menyelesaikan studi selama tiga tahun dan langsung melanjutkan satu tahun magang profesional di perusahaan ternama, baik nasional maupun multinasional.
“Melalui skema IEP 3+1, mahasiswa UNM tidak hanya mendapatkan ilmu akademik, tetapi juga pengalaman nyata di dunia kerja. Dan dengan lingkungan kampus yang aman serta sistem pencegahan kekerasan yang kuat, proses belajar pun menjadi lebih nyaman dan berkualitas,” imbuh Arfhan.
Langkah partisipatif UNM dalam peluncuran CRS dan PPK menjadi bukti komitmen institusi dalam menghadirkan sistem pendidikan yang bukan hanya berorientasi pada kompetensi, tetapi juga keberpihakan terhadap keselamatan dan keadilan sivitas akademika.