Menu

Mode Gelap
Universitas Nusa Mandiri Raih Klasterisasi Utama: Pengakuan atas Kinerja Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNM Beri Penghargaan Inovasi Pada Mahasiswa dan Alumni Berprestasi UNM Terima Penghargaan Apresiasi Penggabungan Perguruan Tinggi Tahun 2021 Manfaat Teknologi Untuk Ketahui Kepribadian dan Kecerdasan Pada Anak Sarah, Mahasiswa UNM yang Aktif Kuliah Sambil Berbisnis UNM Gelar Pembekalan Internal Program Kampus Mengajar Angkatan 3 Tahun 2022

Opini

AI atau Otak Sendiri: Siapa yang Lebih Jago Bikin Kita Melek Literasi?

badge-check


					Siapa yang Lebih Jago Bikin Kita Melek Literasi? Perbesar

Siapa yang Lebih Jago Bikin Kita Melek Literasi?

Di tengah derasnya arus revolusi digital, kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kian hari makin menyusup dalam kehidupan kita termasuk dalam cara kita belajar, bekerja, bahkan berpikir. Ia hadir di layar ponsel, perangkat lunak pembelajaran, hingga mesin pencari yang kita gunakan setiap hari. Kemudahan yang ditawarkan begitu menggoda. Tapi pertanyaan penting pun muncul: apakah dengan kehadiran AI, kita benar-benar menjadi lebih pintar dan melek literasi?

Sebagai pustakawan di Universitas Nusa Mandiri (UNM), yang dikenal sebagai Kampus Digital Bisnis, saya menyaksikan langsung bagaimana mahasiswa kini mengakses informasi dalam hitungan detik. Mereka terbiasa bertanya pada mesin pencari atau menggunakan chatbot seperti ChatGPT untuk menjawab rasa ingin tahu mereka. AI telah menjadi teman belajar yang setia, membantu merangkum buku, menyederhanakan konsep, bahkan menerjemahkan dokumen asing dalam waktu singkat.

Baca juga: Literasi Digital Jadi Prioritas, Perpustakaan UNM Dukung Mahasiswa Hadapi Era Informasi Tanpa Batas

Siapa yang Lebih Jago Bikin Kita Melek Literasi?

Namun, dalam gelombang kemudahan ini, kita juga menghadapi tantangan serius. Literasi sejati bukan sekadar kemampuan mencari informasi, tapi bagaimana kita mengevaluasi, memahami, dan mengolah informasi tersebut menjadi pengetahuan yang bermanfaat. Di sinilah peran otak manusia tidak bisa digantikan.

AI memang unggul dalam kecepatan dan efisiensi. Ia mampu menelusuri jutaan data dalam sekejap, menyajikan informasi dalam bahasa yang mudah dicerna, dan bahkan menyesuaikan materi belajar sesuai kebutuhan individu. Tapi AI tidak memiliki intuisi, emosi, atau pemahaman budaya dan nilai. AI tidak bisa merasakan kegetiran sejarah dari sebuah puisi, atau menangkap makna tersirat dalam esai penuh metafora. Hal-hal ini hanya bisa dipahami lewat pengalaman, empati, dan pemikiran kritis yang semuanya berasal dari otak manusia.

Kita perlu memahami bahwa AI bukanlah musuh. Ia adalah alat, partner belajar yang luar biasa jika digunakan dengan bijak. Namun jika kita sepenuhnya bergantung padanya, kemampuan berpikir analitis bisa tumpul. Kecanduan pada jawaban instan dapat membuat kita malas berpikir sendiri. Padahal dalam dunia literasi, justru proses berpikir, menggali, dan menganalisis itulah yang membentuk kedewasaan intelektual seseorang.

Saya sering mengingatkan mahasiswa: gunakan AI untuk mempercepat, bukan menggantikan. Gunakan AI untuk memperluas referensi, bukan memutus nalar. Sehebat apapun teknologi, literasi tetap tumbuh dari manusia yang aktif membaca, bertanya, berdiskusi, dan membangun opini dari berbagai sudut pandang.

Universitas Nusa Mandiri sendiri terus berupaya mengedepankan pengembangan literasi digital yang sehat dan kritis. Selain menghadirkan layanan perpustakaan digital yang lengkap dan interaktif, kampus ini juga mendukung program unggulan Internship Experience Program (IEP) atau skema 3+1, yang memberi mahasiswa pengalaman nyata di dunia industri setelah tiga tahun kuliah. Melalui program ini, literasi mahasiswa diuji secara langsung di lapangan tidak hanya secara akademik, tetapi juga dalam menghadapi tantangan komunikasi, etika digital, dan pemecahan masalah berbasis data.

Baca juga: Melek Digital Itu Wajib! Literasi Digital Jadi Bekal Penting Generasi Masa Kini

Maka saya kembali pada pertanyaan awal: siapa yang lebih jago membentuk literasi kita, AI atau otak sendiri? Jawabannya tentu saja: keduanya. Tapi hanya jika kita tahu kapan harus mengandalkan mesin, dan kapan harus mempercayai nalar manusia.

Jadi, apakah kamu masih berpikir sendiri hari ini? Atau mulai menyerahkan semuanya pada mesin? Ingat, masa depan literasimu sangat bergantung pada siapa yang memegang kendali: otakmu, atau algoritma.

Penulis: Ricky Sediawan, Pustakawan Universitas Nusa Mandiri

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Etika dalam Kecerdasan Buatan, Pilar Penting Bagi Mahasiswa Prodi Informatika di Era Digital

5 Agustus 2025 - 10:45 WIB

Etika dalam Kecerdasan Buatan, Pilar Penting Bagi Mahasiswa Prodi Informatika

Portofolio Digital, Senjata Utama Mahasiswa Informatika di Era Kompetisi Global

4 Agustus 2025 - 10:21 WIB

Portofolio Digital, Senjata Utama Mahasiswa Informatika

Mendorong Mahasiswa Informatika Jadi Kontributor Open Source di Era Kolaborasi Digital

4 Agustus 2025 - 08:46 WIB

Kontributor Open Source di Era Kolaborasi Digital

Melek Digital Itu Wajib! Literasi Digital Jadi Bekal Penting Generasi Masa Kini

28 Juli 2025 - 11:13 WIB

Literasi Digital Jadi Bekal Penting Generasi Masa Kini

Masa Depan Digital Dimulai di Sini: KIP Kuliah dan Program IEP 3+1 Siapkan Talenta SI Unggulan

23 Juli 2025 - 09:30 WIB

KIP Kuliah dan Program IEP 3+1 Siapkan Talenta SI Unggulan
Sedang Tren di Berita