NusaMandiriNews, Jakarta – Kalau ada yang bilang digitalisasi cuma urusan orang kota yang kerja di coworking space, ngopi di Sudirman, dan sibuk bikin pitch deck sambil ngedumel, kayaknya belum kenal warga RT 004/RW 06 Kelurahan Cipete Utara, Jakarta Selatan. aula kelurahan yang biasanya
Sabtu pagi, 21 Juni 2025, Aula yang dipakai rapat RT atau arisan, mendadak berubah jadi studio mini. Bukan buat syuting sinetron, tapi pengabdian masyarakat berupa pelatihan video digital marketing bareng tim dosen dan mahasiswa Universitas Nusa Mandiri (UNM)
Baca juga: 7 Tools Gratis untuk Mahasiswa Wirausaha di Universitas Nusa Mandiri, Kampus Digital Bisnis
Bayangkan, deretan emak-emak dan bapak-bapak duduk serius depan layar, bukan buat nonton sinetron atau buka toko orens, tapi buat ngedit video promosi pakai aplikasi CapCut. Ini bukan lelucon. Ini bukti bahwa semangat belajar dan adaptasi digital nggak kenal usia, apalagi zona nyaman.
Dipandu langsung oleh Syarah Seimahuria, yang lebih mirip kreator TikTok daripada dosen karena lincah dan komunikatif, peserta dibimbing bikin konten video singkat. Fokusnya, promosi UMKM. Karena di masa sekarang, dagangan gorengan aja kalah saing kalau nggak dikasih backsound viral dan teks “cemilan viral anak kos” warna kuning di layar.
Syarah nggak cuma ngomong soal teori pentingnya video marketing. Syarah langsung ajarin yang konkret, yaitu cara rekam produk, pakai transisi biar nggak norak, sampai upload ke platform sosial media. Bahkan beberapa peserta langsung praktek bikin video promosi untuk dagangan mereka, mulai dari keripik pisang, jamu kunyit asam, sampai sambal rumahan. Sekilas, aula kelurahan itu kayak kantor agensi digital versi rakyat jelata.
Di balik layar, ada Diah Ayu Ambarsari, sang ketua pelaksana kelompok pengabdian masyarakat UNM yang kalem tapi tegas. Ayu, sapaannya, membuka acara dengan harapan besar, bukan sekadar acara seremonial, tapi bentuk nyata transfer keterampilan yang bisa nambah rejeki warga. Karena di era digital ini, skill itu bukan lagi soal ijazah, tapi soal bisa atau enggak nge-blend sama algoritma.
Acara berlangsung tiga jam, tapi dampaknya bisa bertahun-tahun. Dimulai dari pembukaan yang hangat, pemaparan materi yang ringan tapi berbobot, diskusi interaktif yang kadang diselingi tawa, hingga penutupan yang penuh harap. Semua peserta isi kuesioner, tanda bahwa mereka siap jadi bagian dari gerakan konten lokal yang engaging dan berdaya jual.
“Yang menarik dari kegiatan ini bukan sekadar isi workshop-nya, tapi kenyataan bahwa warga biasa kini mulai percaya bahwa teknologi bukan barang mahal dan menyeramkan. Mereka sadar, eksistensi usaha kecil nggak cuma bergantung pada rasa enak atau harga murah, tapi juga pada kemampuan menyentuh hati calon pelanggan lewat layar kecil di tangan mereka,” ungkap Ayu.
Workshop ini membuktikan satu hal, bahwa FYP bukan lagi milik selebgram atau brand besar. Dengan sedikit sentuhan teknologi, warga Cipete Utara juga bisa tampil keren di feed TikTok atau reels Instagram. Siapa sangka, dari aula kelurahan, bisa lahir konten-konten promosi yang mungkin akan bantu satu keluarga bertahan hidup, bahkan berkembang.
Baca juga: Belajar AI Biar Cuan Makin Naik! Warga Cipete Utara Dibikin Melek Teknologi Lewat Pelatihan Ini!
Dosen UNM, lewat kegiatan pengabdian masyarakat ini, menunjukkan bahwa ilmu tak seharusnya tinggal di ruang kelas. Ia harus turun ke jalan, masuk ke dapur, menyeberang ke warung, dan menyapa warga. Dan ketika kampus dan masyarakat saling belajar, itulah bentuk pendidikan yang sebenar-benarnya, hidup dan membumi.
Karena siapa tahu, video promosi keripik dari Tati atau sambal dari Heri minggu depan bisa viral. Dan ketika itu terjadi, kita nggak cuma bangga karena dagangan laris, tapi juga karena tahu, bahwa semua itu dimulai dari satu Sabtu pagi, satu pelatihan sederhana, dan satu keyakinan bahwa setiap orang berhak jadi digital player di panggung ekonomi masa kini.(ACH)