Oleh : Nur Zainah
Jakarta, NusamandiriNews–Perpustakaan kini tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku, tetapi telah berevolusi menjadi ruang inklusif yang terbuka bagi semua kalangan. Dalam beberapa dekade terakhir, perpustakaan telah berkembang menjadi pusat komunitas yang menyediakan akses pengetahuan dan layanan bagi individu dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya. Sebagai ruang inklusif, perpustakaan memegang peran penting dalam mendukung keadilan sosial, pemberdayaan masyarakat, serta menciptakan akses setara terhadap informasi.
Salah satu aspek terpenting dari perpustakaan sebagai ruang inklusif adalah keterbukaannya terhadap semua individu, tanpa memandang status ekonomi, ras, usia, atau disabilitas. Perpustakaan modern kini menyediakan berbagai layanan untuk masyarakat yang mungkin tidak memiliki akses ke teknologi, pendidikan, atau informasi di rumah. Layanan seperti penyediaan komputer dan akses internet gratis, program pendidikan dasar, serta kegiatan literasi untuk berbagai kelompok usia, menjadikan perpustakaan sebagai sarana untuk mengurangi kesenjangan digital dan sosial.
Baca juga: Ribuan Koleksi Perpustakaan Universitas Nusa Mandiri Untuk Penuhi Gairah Baca Peminat Literasi
Ruang Pengetahuan Tanpa Batas
Selain itu, perpustakaan juga menjadi tempat yang aman bagi kelompok rentan, seperti penyandang disabilitas atau imigran yang baru tiba di negara baru. Banyak perpustakaan yang telah menyesuaikan fasilitas mereka dengan kebutuhan individu berkebutuhan khusus, seperti penyediaan buku braille, ruang baca yang ramah disabilitas, dan layanan bahasa isyarat. Bagi imigran, perpustakaan sering kali menawarkan kelas bahasa, bantuan legal, dan informasi tentang hak-hak mereka di negara baru, menjadikannya sebagai titik awal integrasi mereka ke dalam masyarakat.
Menurut Pustakawan Universitas Nusa Mandiri (UNM), Nur Zainah menyampaikan perpustakaan perlu juga menyelenggarakan program-program yang dirancang untuk memperkuat rasa kebersamaan dan inklusivitas dalam komunitas. Melalui kegiatan seperti kelompok membaca, lokakarya kreatif, hingga diskusi lintas budaya, perpustakaan memfasilitasi ruang bagi masyarakat untuk bertemu dan bertukar ide tanpa hambatan sosial. Program-program ini tidak hanya memperkaya pengetahuan, tetapi juga membangun dialog dan saling pengertian di antara individu-individu dari berbagai latar belakang.
Sebagai ruang inklusif, perpustakaan juga menjadi platform untuk advokasi hak-hak asasi manusia dan kesetaraan. Banyak perpustakaan yang aktif dalam kampanye sosial, seperti bulan literasi disabilitas atau kampanye anti-diskriminasi. Mereka juga sering bermitra dengan organisasi nirlaba dan pemerintah untuk menawarkan layanan bantuan hukum gratis, pendidikan keuangan, dan program-program peningkatan keterampilan, khususnya untuk kelompok yang kurang terlayani, seperti warga berpenghasilan rendah atau lansia.
Namun, meskipun perpustakaan berusaha keras untuk menjadi ruang inklusif, ungkap Nur Zainah tantangan tetap ada. Salah satu tantangan terbesar adalah pendanaan yang terbatas. Banyak perpustakaan, terutama di wilayah pedesaan atau negara berkembang, mengalami kesulitan dalam memperoleh dana yang cukup untuk memperbarui koleksi buku, meningkatkan fasilitas, atau menyediakan layanan yang lebih inklusif. Kekurangan sumber daya ini dapat menghambat kemampuan perpustakaan untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Baca juga: Peran Perpustakaan dalam Promosikan Literasi di Era Digital
Selain itu, dengan meningkatnya dominasi teknologi digital, perpustakaan juga harus beradaptasi untuk memastikan akses yang setara, baik secara fisik maupun online. Meskipun banyak perpustakaan sudah menawarkan koleksi digital, kelas online, dan akses ke sumber daya digital lainnya, ada tantangan dalam memastikan bahwa semua kalangan masyarakat, terutama yang memiliki akses terbatas terhadap teknologi, dapat memanfaatkan layanan ini dengan cara yang setara.
Meski menghadapi berbagai tantangan, perpustakaan tetap menjadi ruang inklusif yang esensial dalam masyarakat modern. Peran mereka sebagai penyedia layanan yang gratis, terbuka, dan setara, memungkinkan perpustakaan untuk berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif. Di tengah dunia yang semakin terpolarisasi, perpustakaan tetap berdiri tegak sebagai tempat di mana perbedaan dilampaui oleh persamaan dalam akses ke pengetahuan, kesempatan untuk belajar, berkembang, dan berkontribusi dalam komunitas masing-masing.
Penulis: Nur Zainah, Pustakawan Universitas Nusa Mandiri
(UMF)
Leave a Reply