Ketika kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) semakin menyatu ke dalam berbagai layanan digital, muncul pertanyaan penting yang tak bisa diabaikan: apakah keputusan mesin benar-benar netral? Dan, siapa yang bertanggung jawab ketika AI salah memprediksi atau menyebabkan dampak negatif?
Di era percepatan teknologi, saya meyakini bahwa tantangan terbesar bukan sekadar menciptakan sistem cerdas, tetapi membangunnya dengan nilai etis yang kuat. Sebagai bagian dari Kampus Digital Bisnis, Universitas Nusa Mandiri (UNM) menempatkan etika sebagai salah satu pilar penting dalam pengembangan kurikulum Prodi Informatika.
Baca juga: Portofolio Digital, Senjata Utama Mahasiswa Informatika di Era Kompetisi Global
Etika dalam Kecerdasan Buatan, Pilar Penting Bagi Mahasiswa Prodi Informatika
Kami mendidik mahasiswa untuk tidak hanya fokus pada aspek teknis seperti machine learning, big data, atau cloud computing, tetapi juga untuk kritis terhadap bias algoritma, perlindungan privasi pengguna, dan konteks sosial di balik penerapan teknologi.
Dalam setiap diskusi kelas dan proyek praktikum, kami selalu mengingatkan bahwa etika bukan penghambat inovasi, tetapi penjaga arah kemajuan. Mahasiswa kami harus memahami bahwa AI yang kuat tanpa kendali nilai dapat menghasilkan keputusan yang diskriminatif atau merugikan kelompok tertentu, meskipun tidak disengaja.
Melalui pendekatan ini, kami memperkenalkan prinsip-prinsip dasar Etika AI: keadilan, akuntabilitas, transparansi, dan kehati-hatian terhadap otomatisasi. Prinsip-prinsip ini harus ditanamkan sejak dini agar menjadi bagian dari budaya kerja digital mereka kelak.
Selain itu, pembelajaran etika tidak berjalan sendiri. Kami perkuat dengan program unggulan Internship Experience Program (IEP) atau dikenal dengan skema 3+1, di mana mahasiswa menjalani tiga tahun kuliah akademik dan satu tahun magang profesional di perusahaan ternama, baik nasional maupun multinasional. Di tempat magang, mereka tidak hanya menerapkan kemampuan teknis, tetapi juga diuji dalam pengambilan keputusan nyata yang berdampak pada pengguna dan masyarakat.
Baca juga:Â Mendorong Mahasiswa Informatika Jadi Kontributor Open Source di Era Kolaborasi Digital
Generasi digital hari ini bukan lagi sekadar pengguna teknologi, tapi juga penciptanya. Maka, kesadaran etis terhadap setiap produk digital yang mereka bangun bukanlah pilihan tambahan, melainkan bagian penting dari tanggung jawab profesional.
Saya percaya, lulusan Informatika UNM yang memahami teknologi dan etika secara seimbang akan lebih siap menghadapi tantangan industri global—bukan hanya sebagai engineer, tetapi sebagai inovator yang berpikir kritis dan bertindak bijak.
Penulis: Arfhan Prasetyo, Kaprodi Informatika Universitas Nusa Mandiri