Dulu, penguasaan bahasa asing seperti Bahasa Inggris menjadi nilai tambah yang membedakan kandidat di dunia kerja. Namun kini, di era transformasi digital, bahasa pemrograman telah bergeser dari nilai tambah menjadi prasyarat utama. Bahasa seperti Java, Python, dan JavaScript bukan sekadar alat bantu teknis, melainkan sudah menjadi bahasa komunikasi generasi digital dengan mesin, data, dan sistem otomasi.
Sebagai Kaprodi Informatika di Universitas Nusa Mandiri (UNM), yang dikenal sebagai Kampus Digital Bisnis, saya melihat perubahan ini bukan hanya sebagai tren, melainkan sebagai panggilan untuk beradaptasi. Mahasiswa kami tidak cukup hanya belajar syntax dan struktur kode. Mereka harus memahami konteks—bagaimana baris-baris kode itu menjawab masalah nyata di lapangan.
Baca juga: Big Data Jadi Andalan Mahasiswa Prodi Informatika UNM untuk Uji Kepakaran Digital
Bahasa Pemrograman, Bahasa Baru yang Wajib Dikuasai
Di Prodi Informatika UNM, pendekatan kami tidak hanya teknikal, tapi juga kontekstual dan solutif. Bahasa pemrograman harus menjadi bahasa solusi, bukan sekadar hafalan struktur logika. Mahasiswa kami dilatih untuk berpikir algoritmik, logis, dan kreatif. Karena sesungguhnya, menguasai bahasa pemrograman hanyalah langkah awal. Yang lebih penting adalah bagaimana bahasa itu digunakan untuk menciptakan sistem yang efisien, aplikasi yang berguna, atau automasi yang berdampak.
Di tengah tuntutan industri yang terus berubah, kemampuan adaptasi dan kecepatan belajar adalah dua hal yang dibutuhkan. Dan bahasa pemrograman menawarkan keduanya. Mahasiswa yang cakap di bidang ini bisa masuk ke berbagai sektor: teknologi, keuangan, pendidikan, manufaktur, bahkan kesehatan.
Untuk memperkuat pengalaman belajar, Universitas Nusa Mandiri juga memiliki program unggulan: Internship Experience Program (IEP) atau skema 3+1. Melalui program ini, mahasiswa menempuh tiga tahun pembelajaran akademik, lalu satu tahun penuh magang profesional di perusahaan mitra, baik nasional maupun multinasional. Inilah ruang di mana keterampilan pemrograman mereka diuji dalam konteks nyata dan berkontribusi langsung dalam pengembangan teknologi industri.
Saya percaya, generasi muda yang mampu berbicara dalam bahasa masa depan ini bahasa pemrograman adalah mereka yang tidak hanya siap kerja, tapi juga siap berinovasi dan memimpin perubahan. Maka tugas kami sebagai pendidik bukan hanya mengajarkan cara menulis kode, tetapi bagaimana berpikir melalui kode, menyelesaikan masalah, dan membangun sesuatu yang bermakna darinya.
Penulis: Arfhan Prasetyo, Kaprodi Informatika Universitas Nusa Mandiri