NusamandiriNews–Di era digital yang serba cepat, manusia begitu sibuk mengejar informasi hingga lupa bagaimana cara memahami. Membaca kini sering dipandang sekadar aktivitas intelektual, padahal di balik kesunyian membaca tersimpan sesuatu yang jauh lebih penting: proses membangun empati dan kemanusiaan.
Psikolog Keith Oatley (2016) menyebut bahwa “fiksi adalah simulasi sosial” membaca membantu kita melatih diri memahami dunia batin orang lain. Setiap halaman buku adalah jendela menuju perasaan dan pengalaman manusia yang berbeda. Maka, membaca bukan sekadar mengisi kepala, tetapi juga memperluas hati.
Baca juga: Literasi Digital Bikin Cuan! Mahasiswa UNM Dampingi UMKM Bekasi Kuasai Dunia Online
Membaca
Penelitian Kidd dan Castano (2013) yang dimuat di Science menunjukkan bahwa pembaca sastra fiksi memiliki tingkat empati dan Theory of Mind yang lebih tinggi. Saat kita membaca novel, biografi, atau esai kehidupan, kita diajak menempatkan diri di posisi orang lain, sebuah latihan sosial yang semakin jarang dilakukan di tengah hiruk-pikuk media digital.
Dalam dunia yang serba cepat, membaca menjadi bentuk perlawanan terhadap distraksi. Penelitian University of Sussex (Lewis, 2009) menunjukkan bahwa membaca selama enam menit saja dapat menurunkan stres hingga 68 persen. Artinya, buku bukan hanya sumber ilmu, tetapi juga terapi jiwa. Di saat layar menuntut perhatian tanpa henti, buku mengajarkan cara berhenti sejenak dan mendengar diri sendiri.
Sebagai Kampus Digital Bisnis, Universitas Nusa Mandiri (UNM) berkomitmen mengembangkan mahasiswa yang tidak hanya cakap teknologi, tetapi juga berjiwa humanis. Di tengah kemajuan digital, perpustakaan UNM menjadi ruang penting untuk menjaga keseimbangan, tempat di mana data bertemu dengan nurani, algoritma berdampingan dengan empati.
Kami percaya bahwa literasi adalah bentuk kecerdasan emosional yang paling tinggi. Di sinilah peran pustakawan tidak lagi sebatas penjaga buku, melainkan penjaga nilai-nilai kemanusiaan. Melalui program literasi digital dan kegiatan baca reflektif, kami mengajak mahasiswa UNM untuk kembali menjadikan membaca sebagai jalan memahami dunia dan sesama.
Baca juga: Perpustakaan UNM Dorong Manfaat Ergonomi untuk Mahasiswa Belajar Optimal
Di Kampus Digital Bisnis seperti UNM, inovasi teknologi terus dikembangkan, tetapi tidak menghapus nilai-nilai humanis di dalamnya. Buku, dalam segala bentuknya baik cetak maupun digital adalah pengingat bahwa teknologi tanpa empati akan kehilangan arah. Membaca mengajarkan keseimbangan antara kecerdasan buatan dan kecerdasan hati.
Pada akhirnya, membaca bukan hanya tentang memahami teks, melainkan tentang memahami manusia. Di tengah derasnya arus informasi, buku adalah jangkar yang menjaga kita tetap berpijak pada kemanusiaan.
Penulis: Dio Andre Nusa, Pustakawan Universitas Nusa Mandiri












