NusamandiriNews–Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan riset dan inovasi di Indonesia bergerak jauh lebih cepat dibandingkan kesiapan sebagian besar generasi muda dalam meresponsnya. Banyak mahasiswa masih berasumsi bahwa dunia riset di lembaga nasional seperti BRIN adalah ruang eksklusif yang hanya bisa diakses peneliti senior. Padahal, paradigma itu sudah kedaluwarsa.
Sebagai Kaprodi Informatika Universitas Nusa Mandiri (UNM) yang dikenal sebagai Kampus Digital Bisnis, saya melihat sendiri bagaimana mahasiswa generasi baru sebenarnya memiliki ruang kontribusi yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Kunjungan akademik mahasiswa Informatika S1 UNM ke BRIN Bandung menjadi bukti nyata bahwa pintu riset nasional semakin terbuka, bahkan bagi mahasiswa semester awal yang berani mengeksplorasi teknologi secara langsung.
Baca juga: UNM Gandeng BRIN, Dorong Revolusi Riset Ikan Lewat Teknologi AI
Stop Jadi Penonton Teknologi
Riset bukan lagi sekadar teori di kelas atau dokumen jurnal. Hari ini, riset adalah arena kolaboratif yang menuntut keberanian, kreativitas, dan perspektif baru. Ketika BRIN memaparkan riset seperti smart footwear for gait pattern detection hingga transport and mobility research, mahasiswa bisa melihat dengan jelas bahwa tantangan-tantangan ini sangat relevan dengan minat, kemampuan, dan cara berpikir generasi Z. Mereka tidak diminta untuk menjadi penonton, mereka sedang ditunggu untuk berkontribusi.
Di Fakultas Teknologi Informasi UNM, kami menegaskan bahwa riset bukanlah ruang yang disakralkan. Ini adalah ruang belajar strategis yang harus dikuasai mahasiswa Informatika S1 sejak dini. Akses terhadap data riset nasional, peluang kolaborasi, dan kemudahan eksplorasi teknologi membuat mahasiswa tidak lagi hanya “pemakai”, tetapi dapat berkembang menjadi pencipta solusi digital, analis data, dan inovator berbasis AI.
Pola pendidikan UNM melalui Internship Experience Program (IEP), skema 3 tahun kuliah + 1 tahun magang menjadi percepatan nyata dalam proses itu. Dengan model ini, mahasiswa tidak hanya memahami teori riset, tetapi mempraktikkannya di instansi profesional yakni laboratorium riset nasional, perusahaan teknologi, hingga startup digital. Portofolio akademik dan profesional yang mereka bangun sejak awal perkuliahan menjadi modal yang tidak bisa didapatkan hanya melalui kuliah konvensional.
Riset hari ini bukan soal “berapa banyak publikasi”, tetapi tentang bagaimana seorang mahasiswa dapat memecahkan persoalan nyata melalui teknologi. Literasi data, kemampuan membangun model machine learning, kemampuan memahami pola, hingga analisis berbasis AI adalah kompetensi yang menentukan daya saing lulusan Informatika di era digital.
Baca juga: UNM Perkuat Kolaborasi Riset Berbasis Data Melalui Kunjungan Akademik ke BRIN
Sebagai bagian dari ekosistem kampus digital bisnis, UNM memiliki tanggung jawab besar membentuk mahasiswa Informatika bukan hanya menjadi ahli coding, tetapi menjadi pemikir kritis yang mampu melihat masa depan teknologi. Dengan kultur akademik yang memberi ruang untuk mencoba, gagal, mengevaluasi, dan berinovasi, mahasiswa dapat melampaui batasan-batasan yang selama ini mereka bayangkan sendiri.
Dengan dukungan lingkungan inovatif Universitas Nusa Mandiri sebagai Kampus Digital Bisnis, mahasiswa tidak boleh lagi hanya menjadi pengguna teknologi. Mereka harus berani menjadi aktor penting dalam perjalanan riset dan pengembangan teknologi nasional. Masa depan digital Indonesia membutuhkan mereka. Dan ruang itu sudah terbuka lebar, tinggal keberanian untuk melangkah.
Penulis: Arfhan Prasetyo, Kaprodi Informatika S1, Universitas Nusa Mandiri












